Minggu, 29 Mei 2011

Memperkosa Tuhan

 
وَابْتَغِ فِيْمَا ءَاتىك اللهُ الدَّارَ الأخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا، وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الفَسَادَ فِى الأرْضِ، إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ (القصص: 77)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S : Al-Qoshos (28), 77)

kenapa gak kena ya? Coba kena kan bagus, hitung hitung sebagai hukuman atas orang yang menyelewengkan agama Allah”
Itulah kalimat yang terlontar dari seorang kawan kami pasca peristiwa bom buku yang terjadi di rutan kayu dan penemuan bom di sebuah gereja. Kawan kami ini beranggapan bahwa obyek yang sebenarnya menjadi sasaran pengeboman tersebut patut mendapatkan hal itu karena sikapnya yang “tidak baik” kepada tuhan.
Sekilas statemen tersebut merupakan suatu pembelaan yang terpuji karena sikap protektif-subjectif terhadap Islam. Dan juga pelaku bom buku ini (terlepas dari isu adanya permainan pemerintah dalam mengalihkan perhatian public) pasti berpendapat bahwa perbuatan semacam itu adalah suatu kemuliaan sebagai wujud kecintaan dan pembelaannya terhadap agama. Tetapi benakah ajaran universal tuhan mengajakan seperti ini?
Hal semacam ini seharusnya menjadi perhatian khusus dan mendalam bagi masyaakat berbagai agama, bahwa sikap dan tindakan kekerasan dalam dakwah agama merupakan hal sangat gegabah dan terkesan sporadis yang tidak sesuai dengan ajaran universal tuhan yang tersirat melalui kitab kitabnya.
Karena itu sebagai suatu fenomena kontemporer yang sedang marak saat ini, tindakan kekerasan yang berselimutkan Islam atau atas nama agama lainnya, harus mendapatkan belaian antithesis dari Al-Qur’an maupun kitab kitb suci lainnya. Pandangan tersebut harus dibenturkan dengan pandangan lain yang lebih menyerukan pentingnya mengutamakan kebaikan bagi ummat manusia.
Agama seharusnya dijadikan wadah untuk menebar kebajikan, kebijaksanaan, keadilan dan ketentraman sesame makhluk tuhan, bukan wadah dan pijakan melakukan aksi kekerasan dan ketidakmanusiawian. Tuhan selalu berbuat baik kepada kita dan selalu mengajarkan kebaikan dalam berkehidupan “wa ahsin kama ahsana allahu ilaika”.
Klaim kebenaran terhadap aksi kekerasan berselimut agama ini melahirkan sebuah anggapan metaforis bahwa kita telah “memperkosa tuhan” dimana seorang pelaku hanya menginginkan kesenangan dan kenikmatan belaka, tanpa memperhatikan orang orang disekitar korban, bagaimana kelangsungan hidup dan masa depan korban, orang orang yang mencintai korban dan sebaliknya. Tuhan seringkali diperkosa oleh kelompok kelompok arogan beragama, bagi para mencari kesenangan dan kenikmatan surge belaka. Baginya mungkin agama hanyalah lahan perjuangan untuk kesenangan akhirat semata, tanpa memikirkan kelangsungan makhluk tuhan yang ada dibumi. Sosialisasi sesame makhluk tuhan hanya bersemboyan “ loe loe, gue gue, yang penting agama gue tegak dan gue masuk surga. Gak peduli loe mau celaka atau mati”. Apakah esensi dalam keberagamaan hanya sebatas ini? Tentu kurang tepat jikalau hanya sebatas ini. Karena tuhan juga mengajarkan hidup berdampingan sesama makhluk  dengan penuh keadilan, kasih sayang dan kesejahteraan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar